Sabtu, 01 Oktober 2011

LAPORAN PERJALANAN FLIPMAS (Bag 1)




Flipmas (Forum Layanan Ipteks Bagi Masyarakat), sebuah wadah untuk menghimpun dan menggerakkan kemahiran profesional pelaksana pengabdian kepada masyarakat Perguruan Tinggi dalam mengaktualisasi peradaban masyarakat di wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Forum ini dirancang guna menyongsong dinamika yang begitu cepat serta semakin banyaknya permasalahan yang dihadapi masyarakat, kampus harus mampu bersinergi sehingga saling mengisi dan memberi. Mengingat, yang diselesaikan Perguruan Tinggi (PT) baru persoalan yang terjadi di masyarakat tetapi belum mengetahui apa kebutuhan masyarakat dan tantangannya. Karenanya, Flipmas dibentuk dalam satu wilayah dimana Perguruan Tinggi berada sehingga bisa melakukan sharing satu sama lain.
Nah, bagaimana sebenarnya perjalanan Flipmas Ngayah yang menghimpun sejumlah PT di Bali yang belum genap berusia 1 tahun tersebut. Apa saja yang telah disumbangkan pada masyarakat negeri ini khususnya Bali. Dalam sosialisasi yang berlangsung di Inna Kuta Beach Bali selama 3 hari 26-28 Maret 2011 tersebut para peserta yang terdiri dari 6 Flipmas serta beberapa perwakilan dari beberapa daerah yang belum terbentuk seperti Palu dan Jember melakukan kunjungan ke beberapa sentra kerja Flipmas Ngayah. Banyak hal yang bisa dipelajari dari kekompakan Flipmas Ngayah. Seperti halnya artinya bekerja tanpa pamrih Ngayah memang patut diteladani Flipmas dari daerah lain karena kiprahnya dalam membangun masyarakat pedesaan di Bali guna meningkatkan kesejahteraannya. Wartawan Agro Indonesia yang khusus diundang DP2M Dikti mengikuti sosialisasi selama 3 hari tersebut akan menuliskan laporannya secara bersambung seperti apa program Ipteks Bagi Wilayah(IBW) serta Ipteks Bagi Inovasi Kreativitas kampus (IbIKK) yang telah dijalankan oleh Flipmas Ngayah.
Flipmas Ngayah, karena bekerja tanpa pamrih kaya program. Begitu banyak yang bisa dilihat, bahkan dijadikan pijakan oleh Flipmas dari daerah lain. Dari Universitas Udayana, ada Bali Shanty yang menyisir adat, Gumi Banten melestarikan tanaman untuk upacara agama. Sedangkan program IBW yang ditampilkan adalah pengabdian kepada masyarakat di Singaraja yakni pembuatan kripik talas, sirup ubi ungu, dodol labu siam serta punch markisa. Uniknya, para mahasiswa Unud dikerahkan untuk mendampingi masing-masing keluarga yang menjadi mitra hingga keluarga pra sejahtera yang dibinanya mampu meningkatkan taraf hidupnya dengan usaha yang digelutinya. Sementara dari Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha)-Singaraja, Bali menampilkan program IbIKK yang terkait dengan produk tambang yang merupakan salah satu sumber daya alam yang prospektif untuk dikembangkan hingga mampu mendongkrak pendapatan masyarakat di sekitarnya salah satunya batubarak.
Batubarak, jika kita mendengar namanya otak kita langsung teringat pada bahan galian sumber energi. Tetapi bukan itu yang dimaksudkan, karena barak dalam bahasa Bali adalah merah. Batubarak tersedia secara alami di desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, kabupaten Buleleng Bali.
Kepada Agro Indonesia I Wayan karyasa, pengajar di Fakultas MIPA Undiksha menuturkan, produk tambang merupakan salah satu sumber daya alam yang prospektif di Kabupaten Buleleng. Penelitian yang dilakukan Karyasa bersama kawan-kawannya dari Undiksha tentang pigmen anorganik alami batu merah sejak tahun 2005 hingga 2010 menyimpulkan bahwa batu bata merah ini memiliki sifat-sifat yang unik dan unggul, sehingga bubuknya prospektif digunakan sebagai pigmen anorganik alami. Batubarak ini memiliki warna merah tua, merah darah, merah kehitaman hingga hitam.



“Kandungan mineral pada batu merah tidak saja menghasilkan variasi warna tersebut, tetapi juga sifat-sifat superior seperti anti lumut. Hal ini dibuktikan bahwa adonan triaksial bubuk batu merah dengan lempung dan silika abu sekam padi dapat menghasilkan bata merah yang unggul dalam hal warna, kuat tekanan, porositas di samping anti lumut. Selain itu, bubuk batu merah tajun yang digunakan sebagai pewarna glasir keramik stoneware dan tableware telah dibuktikan mampu meningkatkan penampilan dan sifat-sifat fisik kemarik. Sedangkan penggunaan pigmen pada produksi paving block dapat meningkatkan kuat tekan, memperbaiki porositas, tampilan warna dan permukaan serta ketahanan lumutnya. Hal ini disebabkan karena kandungan tembaga batubarak mencapai 15 kali dibandingkan kandungan tembaga yang ada pada kulit bumi,” jelas Karyasa.
Lebih lanjut Karyasa menuturkan, konon, batubarak berasal dari gunung batu purba (lava pijar panas). Penelitian tentang batubarak juga dilakukan Undiksha bekerjasama dengan Departemen Vulkanologi ITB. Disebut pigmen karena dibakar pada suhu 1.400 derajat Celcius tidak berubah warnanya. Terhadap batubarak juga telah dilakukan kajian bahwa di lapisan batu terdapat tanah dengan sifat kohesifitas yang tinggi. Di desa Tajun, masyarakat telah menambang batubarak sejak tahun 1942. Karena itu, dengan luas areal tambang yang mencapai 7 ha dengan kedalaman 20 meter dan produksinya mencapai 8 meter kubik setiap minggu diharapkan dengan pendampingan Undiksha penambangan yang dilakukan masyarakat sekitar lebih terkendali. Saat ini yang diutamakan Undiksha adalah produk inovatif dari batubarak, namun produk hilir tetap akan dibina. Saat ini sudah 3 kepala keluarga (6 penambang) yang diberdayakan untuk memproduksi pigmen barubarak yang dijual dengan harga Rp 5.000/kg.
Karyasa memprediksi, jika jumlah penambang tetap sama, prospek penambangan kira-kira lebih dari tiga ribu tahun dan lahan tambang yang awalnya ditutupi oleh batu merah dari letusan Gunung Batur purba, setelah penambangan pada titik awal tertentu tanah permukaan di bawah timbunan batu merah tersebut dan lahan bekas tambang dapat ditanami kembali dengan tanaman produktif yang bernilai ekonomis seperti cengkih,mangga, pisang sehingga aktivitas penambangan ini tidak merusak lingkungan jika dikelola dengan baik.
“Hasil penelitian, pigmen batu merah Tajun memiliki prospek yang tinggi sebagai pewarna dan bahan tambahan untuk meningkatkan kualitas keramik stoneware dan tableware. Selain itu, dari bahan tambang ini bisa diciptakan cinderamata yang unik untuk kota Singaraja dan Kabupaten Buleleng sehingga usaha ini bisa dijadikan pengembangan budaya kewirausahaan guna peningkatan pendapatan sebagai upaya mempersiapkan otonomi perguruan tinggi. Mengingat, telah disadari bisnis batubarak yang didirikan melalui program IbIKK pigmen anorganik alami dan industri kreanova turunannya yang didirikan sejak tahun 2010 telah menciptakan peluang usaha,” ujar Karyasa.
Produk utama tahun pertama dari program IbIKK ini kata Karyasa adalah Unit Bisnis Batubarak pada fase start-up di Undiksha, Bisnis berbasis penelitian merupakan sebuah pendidikan kewirausahaan yang dijalankan dengan model belajar berbasis proyek, khususnya technopreneurship di bidang pigmen anorganik alami, material ornamen bangunan dan keramik berbasis batu merah. Unit bisnis ini terdiri dari tiga bagian yakni divisi produksi, pemasaran dan pengelolaan. Produksi batu merah dan pigmen dilakukan di desa Tajun, Cinderamata keramik bekerjasama dengan Bali Pot Ceramics yang berlokasi di Denpasar dan memiliki cabang di Singaraja, Bata merah super beerjasama dengan UKM di desa Banyuning sedang pemasaran dilakukan di lokasi dan pusat pengelolaan di geduing Sportsmart Singaraja.
Setelah berjalan setahun pembelajaran proyek bisnis ini telah memproduksi 7 ton bubuk pigmen dengan nilai tambah Rp 2.500/kg batu merah. Usaha ini telah menjual cinderamata Ganesha sebanyak 2.430 buah dan telah menghasilkan 4.000 bata merah super dengan mengimplementasikan metode triaksial blend lempung-silika abu sekam padi, bubuk pigmen batu merah Tajun dengan nilai tambah Rp 500 tiap bata merah yang dihasilkan. Omset penjualannya kini mencapai Rp 140,065 juta. Unit bisnis ini bahkan mampu memberikan beasiswa bagi 2 orang pelajar SMA serta bantuan skripsi untuk 2 orang mahasiswa.
Unit bisnis batubarak memang telah memperlihatkan dampaknya terhadap ekonomi, sosial dan lingkungan di desa Tajun. Secara ekonomi, pemberian nilai tambah yang tinggi Rp 2.500/kg batu merah yang ditambang di wilayah ini mempu meningkatkan produksi sampai 30% seta pendapatan penambang naik lebih dari 25% dibaning sebelum unit bisnis ini dimulai. Di sisi lain penggunaan pigmen ini dapat meningkatkan kualitas dan tampilan batu merah dan paving block dengan nilai tambah Rp 600/batadan Rp 20.000/m2 paving block. Tentu saja hal ini berimbas pada peningkatan penjualan produk utama bisnis ini. Karena bisnis ini lebih mengutamakan pemberian nilai tambah terhadap bubuk batu merah pada gilirannya penambangan batu merah dapat dikontrol dari kerusakan lingkungan. (Shanty)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar