Senin, 07 Januari 2013

TAHUN PERCINTAAN LOGIKA DAN HATI NURANI



Bunga anggrek ini begitu asri, indah dan segar. Merekah penuh menebar damai. Sedamai, seasri, seindah dan sesegar itulah kiranya Tuhan YME Pencipta Alam Semesta berkenan memberkahi bangsa ini di hari-hari yang akan terjalani sepanjang Tahun 2013. Selamat Merayakan Tahun Baru 2013.

Di hari-hari akhir bulan Desember 2012, Catatan ini baru mulai diterlahir. Di sela-sela pusaran amanah yang semakin memburu dan meluas. Tak mudah juga buat menepi sejenak dari hisapan pusaran amanah yang melelahkan. Namun, sebab menulis juga salah satu wujud dari keihklasan, maka tulisan inipun perlahan tertata. Terlalu banyak fakta yang tersimpan di dalam pikiran dan perasaan selama kurun waktu 3 (tiga) bulan terakhir yang mungkin baik untuk dituliskan. Kita tepikan saja kesialan yang menerjang para senopati ataupun punggawa negeri sepanjang tahun ini. Mari kita simak saja fakta para rakyat yang memerlukan apa yang kita punyai saat ini … pengetahuan, keterampilan, pengalaman atau bahkan harta untuk membantu menyuarakan intelektualitas desa. Bukan kemiskinannya. Kita seringkali mengira bahwa kota lebih banyak memberi daripada desa. Tetapi kita lupa bahwa harta karun bangsa ini ada di desa-desa bahkan di dusun-dusun. Juga kenikmatan hidup ada di dusun-dusun. Sebab itu, dusun, desa dieksploitasi untuk membangun kota-kota.

Catatan kecil yang dibesut dari Tabloid Kenangan Edisi Desember 2012, adalah pengantar yang menurut hemat ‘pengutip’ merupakan ruh utama ‘pesan penting’ yang hendak disampaikan sang Ketua FLipMAS kita Sundani Nurono Suwandi, di luar rekaman perjalanan beliau tentang Wonogiri dengan melonnya, Sorong, Kupang dengan kegiatan FLipMAS bersama Pertamina dalam program Mitra Pertamina Penggerak Pembangunan Desa (MP3D), Ternate dan juga Bali. Beliau berharap apa yang tertulis dan apa yang terekam secara visual, mudah-mudahan mampu menginspirasi siapapun yang peduli akan nasib bangsa ini. Bagi yang ingin membaca Tabloid secara penuh bisa menulis surat ke pengelola Blog ini.

Siapakah yang tidak menyukai perjalanan? Sendi-ri ataupun berkawan? Tetapi siapakah yang selalu ingat untuk belajar disepanjang perjalanan, kemanapun tujuannya? hehehe. Beruntunglah kita jika termasuk ke dalam golongan orang yang suka belajar. Belajar itu praktis memahami semesta. Paham tentang semesta semestinya memandu untuk mengakui eksistensi, keagungan dan kebesaranNYA. Untuk mempertahankan eksistensinya, manusia dianugrahi Tuhan YME, intuisi dan akal. Intuisi itu tak berdimensi, sedang akal puya batas atau kerangkengnya. Karena tidak berbatas, produk intuisi itu bersifat super rasional dan sangat dominan kala manusia terancam hidupnya. Tidak dapat dijelaskan akal. Jika manusia lebih suka menggunakan intuisinya, jangan heran kalau pada suatu ketika dia mendadak menjadi orang pintar. Untuk kategori dosen, dia tersesat sebab orang pintar itu tidak pernah bisa menjelaskan apa-apa yang dikatakannya. Sedangkan dosen harus mampu menjelaskan. Akan tetapi, banyak juga intelektual yang terlatih akalnya, kerangkeng lojiknya sangat luas karena kedalaman dan keragaman pengetahuannya, acapkali berambisi menyamai PenciptaNYA. Ke-dua-duanya tersesat. Sebab itu, akan serasi jika kedua anugerah tadi dapat diseimbangkan. Di Indonesia, tradisi kekinian terbangun melalui intuisinya. Begitu jugakah nenek moyang kita dengan peninggalannya yang begitu membumi sekaligus visioner? hehehe. Intuisi bertanggungjawab atas perasaan manusia. Oleh karena itu, manusia yang membangun tradisi dan budayanya melalui intuisi, umumnya bersifat perasa. Suka sekali dengan hal-hal yang berbau magis atau niskala (orientalis). Sedangkan manusia yang senang menggunakan akal/nalar atau lojiknya, seringkali kurang berperasaan. Sebab itu, manusia Indonesia seringkali ditipu manusia dari daratan sebelah baratnya…sampai sekarang…hahaha.    Manusia yang berakal umumnya akan mencari jalan menemukan TuhanNYA melalui religi. Sebab dia merasa ada sesuatu yang kurang. Tak terlihat tetapi yang begitu dahsyat dengan cipta-anNYA. Semakin dia mendekati ketentraman dan kedamaian melalui religinya, semakin mudah dia mencernakan fenomena semesta. Jadi, semakin kuat keimanan manusia, semakin kuat akalnya, semakin tajam intuisinya. Manusia semacam ini umumnya kian sederhana peri kehidupannya. Inilah karakter nenek moyang bangsa ini. Itu yang disebut banyak orang dengan sakti. Yang semestinya juga dimiliki bangsa ini sekarang. Tetapi, masih terlalu banyak manusia Indonesia yang merasa tidak pantas menjadi orang berakal. Sebab itu pulalah bangsa ini sangat sukar diajak berpikir menemukan masa keemasannya. Coba tengok jaman keemasan Islam. Kala itu, para khalifahnya, pandai dalam hal agama juga cendekia. Mungkin kondisi inilah yang seringkali menggoda siapapun dikala berupaya mencerdaskan dan mensejahterakan masyarakat, untuk surut melangkah.

Tahun 2012 telah berlalu, aneka peristiwa telah terjadi, dominasi laku ‘nista’ bernada korupsi, kebohongan menjadi warna tiap detiknya. Banyak logika digunakan atas nama kebenaran sendiri dan kelompok untuk berkelit dari realita busuk. Logika telah bercinta sendiri dengan janji-janji palsu dan kemunafikan para petinggi negeri, para anggota dewan, atau masyarakat kecil yang kelaparan. “ Tahun 2012 adalah Tahun Penuh Logika Minus Hati Nurani”, demikian kata Sang Ketua di akhir Tabloidnya. “Mudah-mudahan Tahun 2013, adalah Tahun Percintaan Logika dan Hati Nurani”.  

(Diadaptasikan dari Tulisan SNS Tabloid Kenangan Desember 2012)